Penolakan Terhadap Psikologi Sebagai Ilmu

Di zaman modern ini, psikologi merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari oleh kalangan pelajar dan akademisi. Pokok bahasannya yang berfokus pada proses mental dan tingkah laku manusia membuat ilmu ini digemari oleh banyak orang untuk dipelajari dan diteliti lebih mendalam. Sebagai salah satu cabang ilmu, saat ini psikologi dianggap telah mampu memenuhi sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh ilmu pengetahuan. Yaitu, psikologi memiliki objek kajian yang jelas, kemudian psikologi juga memiliki metode penelitian tertentu, psikologi memiliki riwayat sejarah, dan tentunya psikologi memiliki sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya. Dengan terpenuhinya sifat wajib ilmu tersebut tentunya menunjukkan bahwa psikologi saat ini dapat dikategorikan sebagai salah satu cabang ilmu. Sama seperti fisika, kimia, biologi, dan sosiologi.

Meski pun saat ini psikologi sudah diakui sebagai salah satu cabang ilmu oleh banyak orang. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang-orang yang masih beranggapan bahwa psikologi merupakan pseudoscience atau ilmu semu. Untuk mengetahui mengapa masih ada orang yang menganggap bahwa psikologi merupakan ilmu semu, maka kita perlu memahami pengertian dari psikologi terlebih dahulu. Psikologi dalam sejarahnya memiliki banyak sekali pengertian. Pengertian pertama dikemukakan oleh Wilhelm Wundt yang merupakan bapak psikologi. Wundt dianggap sebagai bapak psikologi karena ia lah yang pertama kali mendirikan laboratorium psikologi di dunia. Menurutnya, psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciousness).

Dari pengertian tersebut, muncul banyak kritik terhadap psikologi yang menganggap bahwa psikologi merupakan ilmu semu. Hal itu didasari oleh adanya syarat ilmu yang menyebutkan bahwa objek dan pokok studi dari suatu ilmu harus merupakan sesuatu yang jelas dan tidak abstrak. Sementara dalam pengertian yang dikemukakan oleh Wundt, objek psikologi merupakan kesadaran manusia yang dianggap masih terlalu abstak untuk dijadikan objek kajian suatu ilmu pengetahuan. Akibatnya muncul pengertian-pengertian lain dari psikologi. Seperti yang dikemukakan oleh Branca dalam bukunya yang berjudul Psychology: The Science of Behavior, Branca mengartikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku. Selain pengertian dari Branca tersebut, ada juga pengertian yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis yang mengajukan pendapat bahwa psikologi merupakan ilmu tentang aktivitas individu.

Apabila dilihat dari sejarahnya, psikologi memang sering ditolak untuk menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan. Penolakan tersebut khususnya ditujukan pada aliran psikologi eksperimental, fungsionalisme, dan strukturalisme yang fokus penelitiannya berupa elemen kesadaran, struktur isi kesadaran, dan fungsi kesadaran. Ketika aliran tersebut sering mendapat penolakan karena dianggap terlalu abstrak untuk dijadikan fokus utama dari penelitian suatu ilmu. Penolakan yang pertama berasal dari Immanuel Kant yang merupakan seorang filsuf besar dan pemikirannya sangat berpengaruh terhadap filsuf-filsuf lain setelahnya. Dalam pandangannya, Kant berpendapat bahwa psikologi tidak dapat menjadi ilmu yang rasional dan empiris apabila psikologi terus berfokus pada hal metafisik seperti jiwa atau menggunakan metode introspeksi terhadap pengalaman subjektif yang tidak pasti. Menurutnya, apabila psikologi ingin menjadi ilmu pengetahuan yang rasional dan empiris, maka psikologi harus memiliki penelitian yang dapat diukur; dan agar bisa diukur, objek dari penelitian psikologi harus memiliki stabilitas dan ketetapan.

Penolakan lain diutarakan oleh Auguste Comte yang merupakan penggagas dari positivisme. Ia beranggapan bahwa ilmu-ilmu alam telah mencapai tahap positivis, yaitu tahap di mana ilmu tersebut mampu dijelaskan secara ilmiah. Sementara ilmu sosial ia anggap belum mampu mencapai tahap tersebut. Kemudian, Comte membagi ilmu pengetahuan menjadi enam golongan yang bersifat hierarkis. Yang termasuk ke dalam enam golongan tersebut yaitu matematika, astronomi, fisika, kimia, fisiologi, biologi, dan sosiologi. Ia tidak memasukkan psikologi ke dalam hierarki tersebut karena beranggapan bahwa psikologi tidak cukup memadai untuk dianggap sebagai ilmu. Karena psikologi kurang menggunakan metode eksperimen dan lebih banyak menggunakan metode introspeksi yang bersifat subjektif sebagai metode penelitiannya. Selain itu, ia juga menganggap bahwa kombinasi dari biologi dan sosiologi sudah mampu mencakup bahasan yang menjadi fokus dari psikologi.

Selain berasal dari kalangan luar psikologi seperti Kant dan Comte, penolakan terhadap ilmu psikologi yang berfokus pada kepribadian yang dianggap abstrak juga datang dari kalangan dalam psikologi itu sendiri. Salah satu kritik terhadap fokus psikologi pada kesadaran tersebut berasal dari kalangan behavioris. Sejalan dengan Kant dan Comte, para ilmuan behavioris ini juga berpendapat bahwa seharusnya psikologi tidak menggunakan hal yang abstrak seperti kesadaran sebagai fokus kajiannya. Mereka beranggapan bahwa psikologi seharusnya lebih berfokus pada perilaku dan bagaimana stimulus dari luar manusia membentuk manusia melalui proses belajar karena hal tersebut dapat diukur dan diamati secara objektif. Salah satu tokoh aliran behaviorisme yaitu Ivan Pavlov. Pavlov sangat anti terhadap psikologi karena psikologi dianggapnya kurang ilmiah. Penolakan Pavlov terhadap psikologi sangatlah jelas. Bahkan ia tidak mau disebut sebagai ahli psikologi. Dalam penelitian-penelitiannya pun ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi.

Tokoh psikologi lain yang mengkritik fokus psikologi yang kurang ilmiah adalah J. B. Watson. Ia memiliki pemikiran yang hampir sama dengan Immanuel Kant. Watson beranggapan jika psikologi ingin mendapatkan status ilmiah, maka psikologi perlu meninggalkan kesadaran dan hal yang kurang saintifik lainnya sebagai fokus penelitian serta introspeksi sebagai metodenya. Maka dari itu, Watson dan ilmuan behavioris lainnya mulai mengubah fokus dari kajian psikologi yang awalnya adalah kesadaran menjadi berfokus pada perilaku. Akibat usaha tersebut, psikologi mulai dapat lebih diterima sebagai ilmu yang saintifik karena metodenya yang objektif dan fokus kajiannya yang tidak lagi bersifat abstrak.

Meski pun psikologi sudah dapat diterima sebagai ilmu oleh lebih banyak orang setelah adanya behaviorisme, bukan berarti psikologi saat ini sudah terbebas dari kritik dan penolakan dari kalangan akademis. Munculnya aliran-aliran baru dalam psikologi setelah behaviorisme seperti psikoanalisis, psikologi humanistik, dan psikologi transpersonal juga memunculkan kritik-kritik baru terhadap psikologi. Salah satu contoh kritik terhadap ilmu psikologi saat ini berasal dari Alex Berezow. Ia merupakan seorang penulis saintifik profesional yang sering mengkritik ilmu yang ia anggap kurang saintifik.

Salah satu opini Berezow yang mempertanyakan keabsahan ilmu psikologi adalah pertanyaannya megenai bagaimana psikologi dapat meneliti kebahagiaan yang bersifat subjektif. Menurutnya kebahagiaan memiliki arti yang berbeda pada tiap orang dan terlebih lagi pada budaya yang berbeda. Apa yang membuat orang Amerika Bahagia belum tentu akan membuat orang Cina bahagia. Ia mempertanyakan bagaimana psikologi dapat mendefinisikan hal seperti itu. Oleh karena itu, ia menganggap psikologi merupakan ilmu yang kurang saintifik.

Berezow mengungkapkan mengapa ia dapat secara definitif mengatakan psikologi bukan ilmu karena psikologi sering tidak memenuhi lima persyaratan dasar untuk menjadi suatu bidang keilmuan. Kelima persyaratan tersebut meliputi: terminologi yang jelas, kuantitas, kondisi eksperimental yang sangat terkontrol, reproduktifitas, dan prediktabilitas serta testabilitas.

Akan tetapi, kemajuan teknologi yang sangat pesat saat ini dapat membantu ilmu psikologi untuk menjawab dan mematahkan kritikan-kritikan yang diterima. Penggunaan teknologi dalam penelitian psikologi seperti contohnya penggunaan alat yang dapat melakukan pemindaian otak dan system neuron membuat psikologi diharapkan mampu mencapai tahap positivis di mana kajiannya dapat dijelaskan dan dibuktikan secara ilmiah.

Sebagai salah satu ilmu pengetahuan, tentunya psikologi tidak akan pernah luput dari kritik. Karena justru dengan adanya kritik tersebut psikologi dapat menjadi ilmu yang lebih baik dan lebih mampu menjelaskan fokus kajiannya secara ilmiah. Selain itu, psikologi juga masih tergolong ilmu baru jika dibandingkan dengan ilmu lain seperti fisika dan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga, masih banyak bagian dari ilmu psikologi yang memerlukan peningkatan. Psikologi masih akan membutuhkan waktu yang sedikit lama agar mampu mendapat pengakuan dari ilmu-ilmu lainnya.

Referensi

Is psychology a "real" science? Does it really matter?. (2013, August 13). Retrieved June 23, 2020, from https://blogs.scientificamerican.com/the-curious-wavefunction/is-psychology-a-e2809creale2809d-science-does-it-really-matter/

Why Psychology and Statistics Are Not Science. (2015, November 06). Retrieved June 23, 2020, from https://www.alexberezow.com/why-psychology-and-statistics-are-not-science/

Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum.

Rahman, A. A. (2017). Sejarah Psikologi: Dari Klasik Hingga Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada.