Bisik Pohon Pinus

Aku tidak bisa tidur malam itu karena angin sedang bertiup kencang di luar. Terlebih lagi rumahku yang berada dekat dengan hutan pinus, membuatku semakin susah untuk memasukki alam mimpiku. Setiap kali aku mencoba memejamkan mata aku selalu mendengar sebuah bisikan yang memanggil nama ku. Akhirnya setelah terjaga beberapa lama aku dapat tidur dengan lelap karena angin kencang itu sudah berhenti berhembus. Saat tertidur aku bermimpi bertemu dengan seorang anak kecil seumuranku, saat aku temui ia sedang menangis. Tanpa pikir panjang lagi aku pun menghampirinya. Alangkah terkejutnya aku. Saat ia menoleh, ternyata ia adalah seorang anak keturunan Belanda, “Kenapa kau menangis?” tanyaku pada anak laki-laki berumur 12 tahun itu. “Aku kesepian, aku tidak punya teman,” jawabnya.

Mendengar jawaban itu sontak aku pun merasa kasihan padanya. Oleh karena itu, aku menanyainya maukah ia jadi temanku. Ia mengangguk setuju. Namun, saat kutanya siapa namanya ia hanya tersenyum. Aku pun bingung mengapa dia seperti itu. Lalu saat aku akan bertanya di mana ia tinggal, ia hanya menjawab, “Datanglah ke hutan pinus jika kau mau menemuiku.” Setelah itu tiba-tiba aku terbagun dari tidurku.

Pagi itu tanpa pikir panjang lagi aku berlari menuju ke hutan pinus yang berada tak jauh dari rumahku untuk menemuinya. Sebenarnya aku sedikit heran kenapa dia memintaku menemuinya di tempat itu. Sesampainya di sana aku tidak dapat menemukan siapa-siapa. Yang ada hanyalah pohon pinus yang mengelilingiku. Tak berselang lama, tiba-tiba datang seorang anak kecil dari balik pohon pinus. Saat kulihat ia dengan cermat ternyata ia adalah anak kecil yang aku temui di mimpiku malam itu. Ia melambaikan tangannya padaku sambil memanggil nama ku, “Lingga… Lingga.” Aku pun kaget karena aku sama sekali belum memberitahukan namaku padanya. Lalu aku pun menghampirinya. Lalu kami berjalan-jalan menyusuri hutan pinus itu. Aku terperangah saat melihat betapa indahnya pemandangan yang ada di sana. Tak berasa waktu sudah beranjak petang. Aku pun berpamitan dengannya untuk pulang, ia hanya mengangguk dan berkata, “Besok datanglah ke sini lagi!”. “Baiklah!” jawabku.

Hari-hari selanjutnya kami selalu bermain bersama hingga akhirnya kakakku bertanya padaku, “Akhir-akhir ini kamu sering sekali keluar rumah, ke mana sebenarnya kau pergi?”. Aku hanya menjawab bahwa aku hanya bermain dengan temanku di hutan pinus. Mendengar hal itu kakakku lalu memarahiku, “Apa? Hutan pinus? Kenapa kau main ke sana? Di sana berbahaya. Bagaimana jika kau tersesat atau bertemu dengan hewan buas!”. Aku pun menjelaskan bahwa di sana ada seorang anak kecil yang membutuhkan teman sehingga aku menemaninya agar ia tidak kesepian. Mendengar hal itu kakakku sedikit mengerti akan hal yang aku lakukan, lalu ia bertanya siapa nama anak itu. Mendengar pertanyaan itu aku hanya bisa terdiam karena aku belum pernah diberi tahu nama temanku itu.

Mengetahui hal itu kakakku lalu mengajakku pergi ke hutan itu lagi untuk menemui temanku. Ternyata temanku telah menunggu di tempat biasa kami bertemu. Saat melihatnya, kakakku tiba-tiba meneteskan air matanya sembari terperangah heran. Lalu ia menarikku dan mengajakku untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah kakakku menjelaskan apa yang terjadi. Ia bercerita bahwa anak kecil itu juga merupakan teman masa kecilnya. Ia muncul pertama kali dalam mimpinya sama seperti yang aku alami. Namun, ia sudah tidak pernah bermain dengannya lagi semenjak SMA karena kesibukkannya sekolah. Aku pun hanya heran dan takut mendengar cerita dari kakakku. Dalam hati kecilku bertanya, “Siapa dia? Mau apa dia?”

Lalu aku dan kakaku pergi menemui kakek kami. Kami pun menceritakan apa yang tengah kami alami. Setelah mendengar cerita kami, kakek lalu memberi kami saran. Ia menyuruh kami untuk mencari tahu siapa nama anak itu, lalu memanggil namanya saat kami menemuinya, kakek kami menyuruh kami melakukan hal itu agar ia dapat pergi dengan tenang. Ia memberi tahu kami bahwa anak itu adalah roh kesepian yang lupa namanya sehingga ia tidak dapat meninggalkan hutan pinus itu. Kami pun mencari namanya ke berbagai tempat hingga akhirnya saat kami mencarinya di perpustakaan desa, kami menemukan sebuah buku yang terdapat foto keluarga di dalamnya. Dalam foto tersebut terdapat seorang anak kecil yang sangat mirip teman kami. Saat kami melihat sisi belakang foto itu akhirnya kami mengetahui nama anak itu. Tanpa pikir panjang kami lalu pergi ke hutan pinus untuk menemuinya. Sesampainya di sana seperti biasa ia melambaikan tangan dan berkata, “Oeeyyy, Lingga! Rangga! Ayo kita bermain!”

“Terima kasih! Terima kasih untuk ajakannya, kami sangat senang dapat bermain denganmu, Edward!” Teriakku dan kakakku. Setelah kami menyebutkan namanya seketika kehadiran Edward di hadapan kami semakin memudar. Sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan kami, kami berlari ke arahnya dan memeluknya. Saat itu kami melihat ia menangis. Lalu Edward berkata, “Terima kasih! Aku sangat senang dapat memiliki teman. Aku harap kalian tidak akan pernah melupakanku.” Mendengar hal itu aku dan kakakku menangis. Hingga akhirnya keberadaan Edward benar-benar hilang dari hadapan kami.

Hari-hari selanjutnya aku sering diajak kakakku pergi ke hutan pinus itu untuk mengenang Edward, sahabat masa kecil kami yang sangat kami sayangi.